RSS
Sekedar hasil ketikan Tangan melalui Keyboard yang dapat terbaca melalui layar .. besar harapan sesuai Niatku .. Memberikan suatu perubahan atas keganjilan yang ada .. Dan Kemudian semua itu lebur menjadi satu ..

Oh .. Ayah

Sekelumit kisah Septian di Terminal Kalideres. “Terminal ini menjadi tempat bermain aku dan teman-temanku.” Sejak kecil menderita, bahkan sampai sekarang pun putus sekolah. Semuanya dilakukan demi lembaran-lembaran uang untuk sebuah pengharapan dan citanya.

Senin siang, sekitar pukul 12.00 WIB. Bermula dari hanya sekedar membeli minuman untuk melepas dahaga ditengah teriknya panas matahari, mataku ini terpengarah kepada kepada sosok diseberang sana, seorang anak kecil duduk dibawah plang rambu lalu lintas “dilarang parkir”. Hilir mudik orang kesana-kesini, membuat aku sempat kewalahan memfokuskan pandangan kepada anak tersebut.

Selesai membayar kepada, lantas aku bergegas menyebrangi jalanan menuju ke anak kecil tersebut, dengan hati-hati aku sebrangi jalan tersebut, sesampainya diseberang aku bermaksud untuk mendekati anak itu, namun aku heran anak itu pergi meninggalkku. “ada apa ini ?” ujarku dalam hati. Akhirnya akupun terduduk ditrotoar sambil melihat kea rah perginya anak itu. Hilir mudik angkot dan bus, membuat risih pemandangan, sangat ramai. Berbagai macam karakter terlihat, dibelakang aku duduk, ada seorang ibu bersama tiga anak kecil, ketiga anak kecil itu dengan meremas tangan ibu tersebut sambil berkata “ayoo .. ibu .. ibu .. pulang .. panas ini, ga kuat lagi ..” anak itu benar. Dikanan kiri kulihat banyak sekali orang-orang sambil berdiri di trotoar mengipas-ngipasi tubuhnya dengan kertas Koran, karton, buku, majalah. Kupalingkan wajahku sekali lagi kea rah anak itu, tanpa menghiraukan panasnya siang itu ia terus saja memanggil orang-orang untuk masuk ke dalam angkot yang lagi dia “promosikan”.

Kembali berdiri, lalu berjalan perlahan menerobos kerumunan penumpang yang berebutan ingin menaiki bus, heran padahal trotoar yang aku injaki sekarang berada di ujung pintu keluar Terminal Kalideres. Situasi yang terlihat didalam terminal, ternyata berbeda dengan yang kutemui diluar, tidak terlalu padat situasinya. Menyusuri bahu kanan jalan, melewati kios-kios kecil di kanan terminal, banyak terlihat orang-orang yang Nampak terlihat seperti supir-supir angkot sedang istirahat di kios-kios sepanjang jalan. Berhenti di warung makan bakso, kulihat kea rah tengah terminal, anak kecil itu masih berteriak-teriak “slipi .. slipi .. slipi .. ayo .. jalan .. jalan … slipii .. slipi …”, satu persatu orang mulai masuk kedalam angkot yang ia promosikan. Sambil meneduh di warung bakso, pandangan tepat tertuju pada anak kecil itu, angkot itu mulai perlahan berjalan perlahan demi perlahan mengarah ke pintu keluar terminal. Anak itu pun terlihat tanpa arah, kulambaikan tangan kea rah anak itu. Ternyata mendapat respon, anak itu berlari kecil ke arahku.

“mau ngapaen sih .. ?? kalo ga penting gua mau cabut dolo nih, cari duit ..” kalimat yang menjadi pembuka pertemuan kami. Mencoba membuat dia tenang, sambil melanjutkan percakapan. Septian, ternyata menjadi panggilannya setiap harinya. Usianya sekarang ia lupa, “yang jelas gua disini udah dari kelas 3 sd” katanya memperjelas jawabannya mengenai pertanyaanku akan umurnya. Pertemuan pertama sempat membuat ia merasa sedikit takut dengan melihat penampilanku, tingginya memang sebatas perutku. Namun dari percakapan yang terjadi, septian mengatkan tidak akan pulang ke rumah sebelum uang yang terkumpul dari jerih payahnya belum banyak. Tinggal di kios warung masakan padang, yang berselang lima kios ke arah kanan dari tempat kami berdiri, ternyata itu bukan rumahnya, itu kios tantenya. Rumahnya sendiri di Wonosari. Kehidupan bapak ibunya di kampung ia tidak tahu, sempat mulai sejak ia dibawa tantenya ke tangerang, ia belum pernah lagi mengunjungi bapak ibunya di kampung, “keadaannya sekarang masih idup ato ga gua ga tau tuh ..” kalimat itu memperjelas, sudah lama ia tidak tahu kabar bapak ibunya di Wonosari. Dari tengah terminal terdengar klakson, pandangan pun tertuju ke arah angkot tersebut. Ternyata supir angkot tersebut memanggil septian. Kembali menunggu dengan sabar, dan ternyata kali ini tidak selama seperti yang pertama tadi, relative cepat untuk mempromosikan angkot tersebut kepada para penumpang yang hendak menggunakan jasa angkot tersebut.

Aku masuk kedalam kios disamping warung bakso, membeli 2 gelas air mineral, tidak lama berselang, septian kembali menghampiriku. Aku sodorkan segelas air mineral tersebut kepadanya, sambil menikmati air mineral tersebut, pembicaraan pun berlanjut.

Aku : “septian .. bisa ceritakan kehidupan lu disini .. ?”

Septian : “wah kalo semua engga hafal gua, seadanya aja ya .. pokoknya gw inget gw kesini itu karena di kampung gua jadi alat. Kalo bapak marah pasti marahnya ke gua, ya kesel lah gua .. gua ga salah selalu dimarah. Yaudah tante gua ajak gua pergi ke Jakarta, gua kira mau lanjutin ke sekolah, tapi malah disuruh cari duit .., ya ..”

Aku : ”disini, punya temennya banyak .. ?”

Septian : “banyak lah. noh … noh .. noh … (sambil menunjuk satu persatu kea rah anak-anak kecil di sekitar terminal Kalideres tersebut)”

Aku : “mulai kerja dari jam berapa sih .. ? terus selesai kerja jam berapa ?”

Septian : “ya .. dari pagi ampe sore sih ..”


Percakapan pun terhenti, karena ia tanpa permisi. Ia langsung berlari ke arah tengah terminal menghampiri seorang dewasa yang sedang dikerubungi lima orang anak termasuk septian. Lelaki yang mengenakan topi tersebut terlihat membagikan sesuatu kepada lima anak kecil tersebut. Dengan langkah gontai, Septian kembali menghampiriku sambil memegang uang sepuluh ribu ditangan kanannya. Ternyata uang itu merupakan upahnya dari tadi pagi. Ajakan makanpun ditolak olehnya, karena ia takut, tanpa ia beritahu alasan kenapa ia takut. Akhirnya dia meminta untuk mengakhiri perjumpaan itu, ingin melanjutkan kerjanya. Aku menemaninya ketengah terminal menuju angkot yang akan ia promosikan, “terminal ini menjadi tempat bermain aku dan teman-temanku, dan ini .. dari terminal ini, aku hanya mau pulang ketemu bapak ma ibu di kampung ..” kalimat tersebut mengakhiri perjumpaan kami.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment