RSS
Sekedar hasil ketikan Tangan melalui Keyboard yang dapat terbaca melalui layar .. besar harapan sesuai Niatku .. Memberikan suatu perubahan atas keganjilan yang ada .. Dan Kemudian semua itu lebur menjadi satu ..

Vox Arboretum

(re-posting from my kompasiana)


<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE



By : Rafael Miku Beding “Bank”


24.04.2011

Untuk Jakarta Green Monster,

Dan juga untuk Erik, yang berjuang dari relawan sampai dengan sekarang.



Menyusuri perumahan-perumahan yang terdapat di kawasan Pantai Indah Kapuk Jakarta utara, mulut kita tidak akan berhenti berdecak kagum melihat barisan rumah-rumah mewah berlantai tiga serta terdapat pilar-pilar besar, hampir menyerupai istana Negara yang ada di kebun raya Bogor. Tapi siapa sangka di ujung kompleks perumahan mewah Pantai Indah Kapuk, terdapat kawasan hutan mangrove yang memiliki luas efektif hanya tersisa sekitar 10 hektar.

Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (portugis) dan grove (Inggris). Hutan Mangrove juga dikenal dengan istilah tidal forest, atau juga hutan bakau. Hutan mangrove umumnya tumbuh di daerah pasang surut atau tepi laut, tapi tidak jarang ada juga yang tumbuh di muara sungai. Tumbuhan ini bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. “ada jenis bakau, api-api, dan pedada yang tumbuh di hutan arboretum ini.” Ujar Erik yang bekerja di departemen kehutanan bagian konservasi fauna.

Rambut lurus belah tengah akan terlihat dari perawakan Erik ketika ia melepas topi hitamnya. Kulit sawo matang terlihat ketika ia melepaskan seragam kerjanya. Yang ada pada tubuhnya hanyalah celana panjang hitam, ia hendak masuk ke dalam rawa untuk mendampingi beberapa orang yang sudah berada di tengah rawa. “Ayo .. kalian, jangan Cuma meliput saja, gabung bareng kita-kita, percuma, Bumi ga butuh tulisan, yang ia butuh adalah tindakan nyata.” Ajaknya kepada saya dan ketiga teman saya, sambil menggenggam beberapa tangkai bibit bakau di kedua tangannya.

Acara penanaman bibit bakau ini ternyata digagas oleh Jakarta Green Monster (JGM) dalam rangka hari bumi, yang diperingati setiap tanggal 22 April. Dedi Istanto selaku koodinator acara menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan untuk memperingati ulang tahun bumi. “tapi lebih kepada meningkatkan kesadaran akan bumi sebagai tempat tinggal makhluk hidup.” Tambah Dedi. Acara yang awalnya ingin diadakan tepat tanggal 22 April terpaksa dimundurkan ke tanggal 23-nya, dengan pertimbangan pada tanggal 22 bertepatan dengan hari libur.

Jakarta Green Monster (JGM) sendiri adalah komunitas relawan. Komunitas relawan yang awalnya peduli pada lingkungan sekitar Jakarta, khususnya suaka margasatwa muara angke sebagai tempat “basecamp-nya.” Tapi ternyata acara-acara yang mereka telah lakukan tidak hanya tertuju di Jakarta saja. “aktifitas kami yang terjauh adalah sewaktu kami mengunjungi Nusakambangan.” Ujar Dedi menambahkan. Sudah terhitung 5 tahun dari 2006 (JGM) beraksi. Aktifitasnya meliputi pendidikan lingkungan, konservasi dan riset, monitoring burung-burung langka seperti elang laut, kampanye lingkungan, inventarisasi keanekaragaman hayati, sampai kepada pembersihan sampah.

Rombongan anak-anak berjumlah kurang lebih 20 orang seusia SD sampai dengan SMP nampak riang gembira memandangi pohon-pohon bakau yang terdapat di sisi kanan dan kiri mereka, sangat antusias mengelilingi kawasan hutan Arboretum yang berbentuk memanjang seperti dermaga. Seorang Ibu yang sedang berteduh di sebuah gazebo, berambut ikal berpakaian merah sambil menggenggam dompet di tangan kanannya bernama Ibu Sri Ama, ia sedang mengawasi anaknya. Ibu Sri Ama warga Kapuk Muara RT 08 ternyata tidak tahu menahu mengenai acara jalan-jalan ini. “semalem ada ajakan kata anak saya, diajakin kakak-kakak pengajar les mereka ke tempat ini. Katanya sih ajakan buat mengenal lingkungan.” Ujar Ibu Sri Ama.

Saat dimintai konfirmasi, tenyata Riki membenarkan bahwasannya ia dan beberapa temennya yang mengajak rombongan anak-anak dari kapuk muara RT 08 untuk wisata lingkungan, pada awal ajakannya adalah ingin mengajarkan anak-anak untuk menanam bibit bakau. Namun batal karena tinggi air surut saja seleher orang dewasa. Saat dimintai keterangan lebih lanjut, Riki sedang bersama temannya Ari. Mereka berdua merupakan pengajar les harian di Kapuk Muara RT 08. Selain pengajar les harian, ternyata mereka merupakan anggota JGM yang di percaya untuk mendidik generasi-generasi muda yang berada di kawasan Kapuk Muara.

Acara penanaman bibit bakau dimulai sekitar pukul 10:30. Dari pinggir pesisir rawa, Erik membuka acara dengan menjelaskan cara menanam bibit bakau. Sambil memeragakanannya, erik menjelaskan “Pertama-tama plastik polibek-nya dibuka dulu, setelah itu langsung ditancapkan ke pot yang sudah ada di dalam rawa. Jangan lupa, bibit diikatkan ke batang bambu yang sudah tertancap, biar ga kabur-kabur bibitnya.” Usai menjelaskan, para peserta termasuk Dedi, Riki, dan Ari langsung melepaskan baju mereka dan dengan wajah yang riang gembira masuk ke rawa. Target yang ingin ditanam sekitar 145 bibit bakau, namun hingga acara selesai sekitar pukul 11:15 kita hanya mampu menanam setengahnya.

Saya dan Jody yang awalnya hanya ingin mendokumentasikan peristiwa tersebut, tidak tahan dengan godaan Erik dan Riki yang membujuk kami dari tengah rawa. “Ayo .. jangan Cuma dipinggir saja, masuk ke dalam .. ayo” Teriak Riki. Akhirnya saya melepaskan celana panjang saya, menyisakan baju dan celana pendek, dengan ikat kepala layaknya si Pepi dalam serial petualangan “Pepi The explorer” secara perlahan masuk ke dalam rawa meninggalkan Torro dan Zharvan (yang juga teman liputan saya). Awalnya dalamnya rawa hanya sebatas dengkul, semakin ke tengah, yang Nampak hanya kepala saja.

Air rawa hutan Arboretum berwarna abu-abu, Nampak kotor dan terasa asin-asin amis. “Air rawa ini, sifatnya tenang. Ini semacam muara karena merupakan akhir aliran, yang bisa dibilang semacam pembuangan dari air segala macam penjuru. Ya termasuk dari rumah penduduk, ga heran kalau agak bau sampah-sampah dikit.” Ujar Pak Bambang salah satu anggota dari JGM yang sekarang menjadi Pembina pramuka di SMP 122 Jakarta. Pak Bambang sebelum menjadi Pembina pramuka, dahulunya juga sama seperti Erik merupakan relawan sosial yang bekerja tanpa pamrih melestarikan lingkungan. Pak Bambang juga bekerja sebagai kontributor berita untuk pos pluit. Ternyata banyak sekali aktifitas-aktifitas yang sering dilakukang oleh pak Bambang dan teman-temannya dengan modal sedikit, bahkan pernah tanpa modal “tapi selalu nendang efeknya.” Pinta Pak Bambang sambil tersenyum.

Satu persatu orang mulai keluar dari rawa, berjalan menuju truk branwir guna membersihkan badan. “nih sabun bang, kita bareng-bareng mandi disini, belum pernah yang bang ? kita sama-sama lah ..” ujar Ari sambil memberikan sabun batang dan juga sampo sebungkus kecil. Awalnya saya dan jody masih segan untuk mandi, karena baru pertama kali mandi dari truk branwir. Seiingat saya, truk jenis ini sering saya lihat di sepanjang jalan raya gading serpong, berjalan 10 km/jam sembari menyirami tanaman sepanjang jalan. Seru, pengalaman pertama.

Sepenggal kisah, sepenggal cerita dari hutan arboretum, sepenggal harapan untuk kehidupan Jakarta yang seimbang, dari mereka-mereka yang berteman dengan teriknya matahari tiap siang, berjuang menjaga bibit-bibit hutan mangrove agar tidak rusak ataupun tenggelam. Tidak ketinggalan cerita pengabdian dari pak Edi, seorang polisi hutan yang sudah mengabdi 30 tahun di kawasan hutan mangrove Pantai Indah Kapuk. Pak Edi mengatakan “selama saya menjaga kawasan ini, saya tidak pernah mendapatkan masalah-masalah besar. Palingan Cuma jatuh kepeleset saja.” Sambil tersenyum, tertawa kecil, mengeluarkan asap rokok yang sejak awal wawancara menjadi teman mulutnya.

Hutan Arboretum ini adalah hutan yang paling parah kondisinya, paling buruk, dan paling dalam. Sangat susah merawatnya apabila hanya ada Pak Edi sebagai pengurus resminya. Yang lain hanya bekerja serabutan membantu Pak Edi. Hutan Arboretum sendiri tergolong baru, diresmikan tahun 2010 dibawah pengawasan Dinas kelautan dan pertanian provinsi DKI Jakarta. “fasilitas sendiri terbilang kurang, jika dibandingkan dengan perumahan-perumahan mewah yang ada disini.” Ujar Erik

Sembari mendengarkan cerita dari Erik, Dedi, dan Pak Bambang, hidangan kotak pun tersaji. Berisikan sebuah piscok, sebuah lemper, sebuah risol beserta segelas air mineral, (saya menghabiskan 5 kotak) lengkap menemani di penghujung siang yang terik. Sementara yang lain menunggu pakaian mereka kering oleh panasnya matahari. Tidak lama berselang, rombongan Erik, Ari, Ibu Sri Ama beserta anak-anak memutuskan untuk pulang. “sistem baru, sudah kami terapkan di hutan arboretum ini. Menggunakan sistem galudungan. (bebentuk seperti kandang hewan persegi panjang yang bedanya berada di dalam rawa tentunya dengan materi-materi penyusunnya sendiri) satu galudungan umunya bisa merawat 240 bibit bakau.” Lanjut Erik menjelaskan menggunakan gambar ‘sistem galudungan.’

Erik sempat heran “kenapa banyak sekali kesadaran yang muncul dari ‘luar daerah sini’. Sedangkan dari ‘dalam daerah sini’, ga ada sama sekali kesadaran yang muncul untuk kawasan hutan mangrove ini ?” Acara penanaman bibit mangrove pun berakhir, teman-temanku sudah mempersiapkan barang-barang bergegas pulang. Erik pun pamit kepada kami, karena dia harus bergegas ke Tangerang “biasa, ada acara lagi.” Ujarnya senyum sebelum masuk ke dalam mobil pick up hitam-nya.

Sepenggal kalimat yang saya baca dari tulisan di belakang baju Erik sebelum ia bergegas naik ke mobil, menjadi renungan penutup untuk hari itu. “kita RUSAK bumi, bumi RUSAK kita. kita CINTA bumi, bumi CINTA kita.”

Thanks to 23.04.2011 (special thanks to Jody, Zharvan, and Torro)

Check this video ..






Thanks .. salam hijau ..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

zwp said...

Mantap! teruskan bang...

Post a Comment